Oleh : SYAMSUL A. HASAN
K.H. Muzakki Ridwan (62 tahun), Wakil Pengasuh Bidang Amaliyah Pondok
Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo tadi malam meninggal dunia.
Tadi pagi puluhan ribu santri, alumni, dan masyarakat mengantar
kepergian beliau. Shalat jenazah dipimpin oleh K.H. Afifuddin Muhajir
dan pembacaan talqin oleh K.H.R. Ach. Azaim Ibrahimy.
Di Pondok Sukorejo sosok Kiai Muzakki, tak lepas dengan para
penghafal al-Qur’an karena beliau pemangku Ma’hadul Qur’an Pondok
Sukorejo. Menurut Kiai Muzakki, sebagaimana penuturannya kepada wartawan
Assyarif (1996), gagasan pendirian Ma’hadul Qur’an berasal dari
keinginan Kiai As’ad. Namun sampai Kiai As’ad wafat, keinginan tersebut
belum tercapai.
Keinginan Kiai As’ad tersebut kemudian direalisasikan oleh Kiai
Fawaid, sebagai penerus estafet kepemimpinan Pondok Sukorejo, Kiai
Fawaid mempercayakan kepada Kiai Muzakki untuk merealisasikan cita-cita
Kiai As’ad tersebut. Pondok Sukorejo kemudian mendirikan Lembaga
Tahfidzul Qur’an (LTQ) yang letaknya dekat kediaman Kiai Muzakki
sekaligus mengangkat Kiai Muzakki sebagai mudir atau pemangkunya.
Pendirian Lembaga Tahfidzul Qur’an pada tanggal 5 Mei 1991 dan
diresmikan oleh K.H. Wahid Zaini, ketua Rabithah Ma’hadil Islamiyah
(RMI) dan Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Jadid Probolinggo. Pendirian
Lembaga Tahfidzul Qur’an dihadiri oleh para kiai dan ulama.
Santri Pondok Sukorejo yang menghafal Qur’an, yang semula berada di
bawah naungan Jam’iatul Qurro’ Wal Huffadz, kemudian berpindah asrama di
Lembaga Tahfidzul Qur’an. Jam’iatul Qurro’ Wal Huffadz yang di Sukorejo
berdiri pada tahun 1988 memang merupakan cikal bakal pendirian Lembaga
Tahfidzul Qur’an. Lembaga Tahfidzul Qur’an kemudian tumbuh berkembang
dan berubah menjadi Madrasatul Qur’an yang sekarang berubah lagi menjadi
Ma’hadul Qur’an.
Di samping terkenal sebagai pemangku Ma’hadul Qur’an, para santri
Pondok Sukorejo dan masyarakat mengenal Kiai Muzakki sebagai kiai yang
terkait dengan bidang keamanan pesantren. Dulu, beliau sebagai kepala
bidang keamanan. Kemudian seiring dengan perubahan struktur pesantren,
beliau menjadi wakil pengasuh bidang amaliyah (yang juga terkait dengan
keamanan dan hubungan kemasyarakatan).
Dan yang agak “aneh”, Kiai Muzakki termasuk orang kepercayaan
almarhum Kiai Fawaid dalam bidang politik. Para politisi Situbondo,
pasti mengenal akrab Kiai Muzakki karena kerap bertemu dalam kegiatan
politik praktis. Agak “aneh” karena beliau barangkali bukan tipe
politisi. Kiai Muzakki termasuk kiai “jalan lurus” yang tidak pandai
“berkelit”, tidak pandai menelikung, dan “jujur apa adanya”. Beliau
dikenal sebagai kiai “pemimpin doa”, yang menghindari berorasi. Kalau
berdoa atau memimpim tahlil, suaranya merdu menyentuh hati.
Namun justru dengan “kiai jalan lurus” itulah Kiai Fawaid termasuk
mempercayakan dan “melibatkan” Kiai Muzakki dalam politik praktis.
Beberapa kegiatan politik atau rapat-rapat yang terkait politik praktis,
selalu ditempatkan di kediaman Kiai Muzakki.
Dalam diri Kiai Muzakki memang terpancar “kewibawaan” sebagai kiai
yang mengurusi ketertiban dan kedisiplinan santri, sosok yang mengayomi
santri penghafal ayai-ayat suci Al-Qur’an, dan sosok kiai yang menjalin
interaksi dengan para politisi. Barangkali, Kiai Fawaid mengajak Kiai
Muzakki bergaul dengan para politisi, agar politisi yang mayoritas
santri tersebut, tidak menyimpang dari nilai-nilai kesantrian dan di
dada mereka tetap tertanam ayat-ayat Al-Qur’an. Sehingga para politisi
membawa politik yang berketentraman, berkedamaian, dan berkesejukan
menuju kemaslahatan umat
Source : Sukorejo.com
Source : Sukorejo.com
0 komentar
Posting Komentar